Mengulik Tradisi Peh Cun Saat Telur Bisa Berdir
Telur ayam segar menjadi simbol unik dalam tradisi Peh Cun atau Duanwu Jie yang sarat makna budaya dan filosofi alam. Kepercayaan bahwa telur dapat berdiri pada momen tertentu diyakini mencerminkan keseimbangan energi alam semesta dan dirayakan oleh masyarakat Tionghoa, termasuk di Indonesia.
Peh Cun dirayakan setiap tanggal 5 bulan 5 kalender Imlek, yang biasanya jatuh antara akhir Mei hingga pertengahan Juni dalam kalender Masehi. Penetapan waktu ini bertepatan dengan puncak pergerakan matahari di belahan bumi utara.
Tradisi Peh Cun dan Fenomena Telur Ayam Segar Bisa Berdiri
Tradisi Peh Cun dikaitkan dengan keseimbangan energi yin-yang yang mencapai titik optimal saat perayaan berlangsung. Pada momen ini, masyarakat mendirikan telur sebagai simbol keharmonisan alam sekaligus pertanda keberuntungan.
Kegiatan mendirikan telur dilakukan bersama-sama di ruang terbuka dan dimaknai sebagai simbol keharmonisan antara manusia dan alam. Meski dapat dijelaskan secara ilmiah melalui pusat gravitasi telur, nilai simbolis tradisi ini tetap menjadi daya tarik utama.
Kegiatan Utama Festival Peh Cun
Festival Peh Cun merupakan perayaan sarat simbolisme yang melibatkan seluruh komunitas Tionghoa melalui perpaduan olahraga, kuliner, dan unsur mistisisme. Seluruh rangkaian tradisi ini berakar dari kisah Qu Yuan, dan terus dilestarikan hingga kini.
Lomba Perahu Naga
Perlombaan perahu naga melambangkan gotong royong rakyat Chu saat mendayung menyusuri Sungai Miluo untuk mencari Qu Yuan. Tradisi yang diiringi tabuhan genderang ini kini berkembang menjadi ajang olahraga internasional tahunan yang diakui UNESCO.
Makan Bakcang
Zongzi atau bakcang berisi daging, kacang, atau udang dibungkus daun bambu sebagai persembahan agar jasad Qu Yuan tidak diganggu hewan sungai. Di Indonesia, bakcang berkembang dengan varian lokal khas Tionghoa Peranakan dan menjadi simbol pengorbanan demi melindungi orang tercinta.
Dirikan Telur
Fenomena telur berdiri terjadi saat matahari tepat di atas kepala sehingga pusat gravitasi telur menjadi seimbang. Telur ayam kampung yang segar paling mudah berdiri karena kuning telurnya lebih padat.
Herbal Tolak Bala
Tradisi menggantung cangxie dan daun artemisia saat bulan kelima Imlek dipercaya mencegah wabah akibat cuaca panas lembap. Anak-anak juga mengenakan kantong rempah dan kalung realgar sebagai perlindungan sekaligus bagian dari ritual kesehatan pengobatan Tiongkok kuno.
Sejarah dan Makna Filosofis Peh Cun
Tradisi Peh Cun berusia 2.300 tahun sejak Dinasti Zhou (1046-256 SM), awalnya ritual tolak wabah musim panas. Kisah Qu Yuan diabadikan dalam puisi Li Sao yang jadi warisan sastra Tiongkok kuno. Di Indonesia, festival ini meriah di Pangkalpinang Bangka Belitung dan Pantai Indramayu Tangerang dengan parade perahu raksasa.
Makna Filosofis di Balik Ritual
Tradisi Peh Cun jauh melampaui ritual permukaan, menyimpan makna filosofis mendalam dari filsafat Tiongkok kuno. Setiap simbol, dari telur berdiri hingga perahu naga mengandung pelajaran kehidupan abadi yang relevan hingga kini.
Kesetiaan dan pengorbanan: Qu Yuan menjadi simbol integritas dan patriotisme karena menolak korupsi hingga memilih mati.
Harmoni alam: Telur berdiri melambangkan keseimbangan yin-yang dan harmoni langit, bumi, serta manusia pada momen kosmik tahunan.
Kebersamaan sosial: Lomba perahu menampilkan kekuatan kolaborasi dan disiplin tim yang memperkuat solidaritas diaspora Tionghoa di Indonesia.
Pelestarian identitas: Tradisi diaspora dan Festival Pangkalpinang bersama-sama menjaga keberlanjutan budaya Tionghoa lintas generasi di Indonesia.
Telur ayam segar yang berdiri tegak jadi pengingat abadi akan keseimbangan alam sempurna saat festival. Tradisi Peh Cun perkuat harmoni sosial, spiritual, dan budaya diaspora Tionghoa di Indonesia. Ritual ini wariskan nilai luhur kebersamaan dan integritas Qu Yuan lintas generasi.