stunting di indonesia

Stunting di Indonesia Masih Tinggi, Penting Terapkan 3 Solusi Ini!

  • Agrosari Farm

Meski sudah mengalami penurunan, angka stunting di Indonesia masih terbilang tinggi. Tingginya angka stunting di Indonesia ini menjadi persoalan kesehatan jangka panjang yang harus segera ditemukan solusinya. 

World Health Organization (WHO) memiliki standar ketat mengenai prevalensi (banyaknya individu di suatu populasi dengan karakteristik tertentu) stunting dan sampai saat ini, Indonesia masih dalam PR besar untuk mencapainya. 

Standar Prevalensi Stunting Menurut WHO

WHO menetapkan jika prevalensi stunting di bawah 20%, masih ambang yang bisa mereka terima untuk populasi anak di bawah lima tahun. 

Stunting, dalam standar WHO, ialah ketika tinggi badan anak yang lebih pendek dari banyak anak seusianya. 

Jika prevalensi stunting suatu negara masih berada di atas 20%, maka itu menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. 

Bukan soal tinggi badan belaka, tapi stunting juga berpengaruh pada perkembangan kognitif, penyakit kronis, sampai dengan penurunan produktivitas di masa depan. 

Prevalensi Stunting di Indonesia Saat Ini

Dari data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Indonesia sudah turun jadi 19,8%. 

Ini memang menjadi pencapaian yang bersejarah karena baru 2024 lalu berhasil mencapai angka 20%. 

Walaupun begitu, angka 19,8% ini bukan angka yang bagus. Ini sekaligus menunjukkan bahwa masih anak sekitar 4,4 juta anak balita di Indonesia yang mengalami stunting. 

Selain itu, angka tersebut juga pengukuran nasional. Di beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, angka stunting masih tinggi yakni 37,8%. Sulawesi Barat juga demikian, yakni 33,8% dan masih memiliki angka di atas rata-rata nasional. 

Kemiskinan, ketimpangan akses layanan, dan beberapa faktor lain masih menjadi penghalang untuk mengatasinya. 

 

Baca Juga: Aksi Makan Telur Massal di Indo Livestock 2025 Dorong Gaya Hidup Sehat Dengan 2 Butir Sehari

 

Solusi Mengatasi Tingginya Prevalensi Stunting di Indonesia

Dalam menyelesaikan masalah stunting, tentu butuh pendekatan yang menyeluruh. Baik dari segi edukasi maupun gizi, berikut ini solusi yang bisa diterapkan: 

1. Memperkuat Edukasi Gizi untuk Ibu dan Kader Posyandu

Kurangnya pengetahuan tentang gizi jadi salah satu penyebab stunting. Riset menunjukkan ibu dengan pendidikan rendah 1,587 kali lebih berisiko memiliki anak stunting daripada ibu berpendidikan tinggi.

Maka dari itu, penting memberikan program edukasi gizi yang menyasar ibu hamil, ibu menyusui, serta kader Posyandu. 

2. Tingkatkan Asupan Protein Berkualitas Tinggi

Protein adalah bahan bakar untuk pertumbuhan linier anak, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Riset menunjukkan konsumsi protein hewani (seperti telur, ikan, daging, dan susu) yang kaya asam amino esensial seperti lisin dan leusin bisa membuat anak stunting “mengejar ketertinggalan” pertumbuhan anak-anak seusianya. 

Sayangnya, hanya 41% rumah tangga di Indonesia rutin mengonsumsi produk susu dan 65% mengonsumsi daging/ayam, jauh lebih rendah daripada kelompok makanan lain.

Salah satu Solusinya, pertimbangkan pemberian telur omega-3 yang merupakan produk dengan akses mudah. 

3. Fokus pada Kesehatan Ibu Sebelum dan Selama Kehamilan

Ibu yang kekurangan gizi atau anemia, berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir yang rendah dan rentan stunting. 

Pemberian suplemen seperti zat besi, asam folat, serta protein untuk ibu hamil menjadi sangat penting untuk menurunkan prevalensi stunting di Indonesia. 

Penurunan Prevalensi Stunting Masih Menjadi Tantangan Besar

Meski prevalensi stunting yang ada di Indonesia telah mengalami penurunan, angka ini masih berada di ambang batas WHO. 

Solusi seperti meningkatkan asupan protein hewani dengan telur omega-3, susu, ikan, edukasi gizi, hingga fokus pada ibu hamil bisa menjadi upaya terbaik untuk mengatasinya.